15/11/14

Cita-Cita Untuk Study Abroad

Actually, saya memang mempunyai keinginan seperti itu (sebagaimana judul postingan kali ini). Jika ditanya sejak kapan saya memiliki keinginan seperti itu maka saya akan menjawab sejak saya masih duduk di bangku kelas 2 SMP. Hal ini bermula dari cita-cita saya sewaktu masih duduk di bangku SD dulu, saat itu saya memiliki cita-cita yang bisa dikatakan nyeleneh jika dibandingkan dengan cita-cita teman-teman saya yang lain.  Bahkan guru kami waktu itu sempat menyebut saya ini anak yang berbeda dari yang lain. Cita-cita saya tersebut adalah ingin menjadi seorang Duta Besar. Cita-cita tersebut bertahan hingga saat ini. Ketika duduk di bangku SMP kelas 2, saya terlibat obrolan dengan beberapa orang teman. Nah, dari obrolan tersebutlah kami seolah mendapat resolusi baru, yaitu melanjutkan pendidikan ke luar negeri.
Namun, keinginan tersebut sempat saya kubur dalam-dalam karena kendala finansial. Orang tua saya tidak sanggup untuk menanggung biaya saya untuk masuk ke SMA terlebih SMA tujuan saya bisa dikatakan membebankan biaya yang mahal meskipun sebenarnya secara akademik, saya pasti diterima hingga akhirnya saya dimasukkan ke sebuah SMK bidang kimia. Keinginan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggipun perlahan memudar karena saya menyadari betul keadaan keluaga kami waktu itu ya meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa keinginan tersebut masih ada di dalam diri saya.
Selepas lulus SMK, saya memutuskan untuk bekerja, walaupun saya tidak dapat menampikkan fakta bahwa alasan utama yang mendasari saya memilih untuk bekerja adalah karena orang tua. Ya, jika boleh jujur, keinginan saya sebenarnya adalah ingin duduk di bangku kuliah. Setelah pergolakan bathin yang panjang, akhirnya saya sampai pada titik jenuh. titik dimana saya sudah tidak sanggup lagi untuk bekerja, bukan karena masalah jasmani, tetapi lebih kepada masalah mental. Dengan lolosnya saya pada SNMPTN, saya berhasil diterima di sebuah PTN favorit. Saya berhasil meyakinkan seluruh keluarga besar saya bahwa saya akan bisa mendapatkan beasiswa selama saya studi di Unpad dan memang hal tersebut menjadi kenyataan.
Awal studi saya di Unpad, saya mulai memupuk kembali keinginan untuk melanjutkan kuliah di luar negeri. Waktu itu tujuan saya adalah Belanda walaupun saya sendiri masih belum yakin. Baru kemudian di Mei 2014 saya mulai menemukan tujuan saya. Waktu itu di Jakarta diadakan UNSW Open Day 2014, seorang teman mengajak saya untuk ikut dalam acara tersebut, kami akhirnya mendaftar via AUG. Disana kami bisa berdiskusi langsung dengan Representatives dari seluruh fakultas yang ada di UNSW. Well, karena background kami pada dasarnya memang Arts/Humanities, maka kami langsung berdiskusi dengan Faculty of Arts, disana saya bertanya tentang MA IR dan juga tentang Journalism. Penjelasan dari Representative of UNSW tak pelak membuat saya menjadi tertarik untuk melanjutkan studi disana. Sepulang dari UNSW Open Day, saya menjadi semakin rajin untuk browsing tentang studi di luar negeri hingga akhirnya mengerucutkan impian saya untuk studi di luar negeri yaitu di Australia. Banyak hal yang pada akhirnya membuat saya sangat ingin untuk kuliah disana, misalnya letak geografis yang dekat, kualitas pendidikan yang globally recognised, banyak mahasiswa Asia khususnya Indonesia yang studi disana dan bahkan settled disana, dll. Bahkan saya jadi semakin rajin browsing tentang Uni di Aussie hingga akhirnya saya memilih ANU sebagai Uni tujuan saya.
Selain itu, saya juga sempat mempelajari Aussie Accent saking excited-nya hahaha. Bahkan teman saya sampai mengomentari bahwa aksen bahasa Inggris saya sudah berubah, yang semulanya American Accent Orientated menjadi Aussie Accent Orientated.
Setelah UNSW Open Day yang berhasil membuat saya tertarik ke OZ, saya juga jadi rajin browsing informasi soal pameran pendidikan. Saya juga sempat hadir di beberapa edu fair seperti di SUN Education Expo di Bandung yang membuat saya juga tertarik belajar di Curtin. Acara Edu Expo-nya IDP juga sempat saya hadiri yang berhasil 'mempertemukan' saya dengan Auckland Uni dan Macquarie Uni, selain UniMelb tentunya, hehe.
Tapi setelah seminggu yang lalu saya menghadiri EHEF 2014 di Balai Kartini, saya jadi tertarik untuk kuliah di Ireland juga, penjelasan dari Cian Cafferky membuat saya kepincut untuk kuliah di University College Dublin.
Memang benar, pada akhirnya mata saya lebih terbuka lebar dan saya jadi memiliki banyak options untuk mengirimkan aplikasi saya nantinya. saya juga sempat terpikir untuk mendaftar juga ke Uni of Helsinki, Lund Uni, dan Uni of Oslo. Tapi ya mungkin saya perlu waktu untuk memikirkan semuanya secara matang.
Teman-teman saya yang lain sebenarnya mempertanyakan mengapa saya memilih Australia di saat yang lain justru memilih Jerman, Perancis, Belanda, UK dan USA. Well, sebenarnya yang menyebabkan saya tidak memilih negara-negara tersebut dikarenakan saya kurang pede untuk mendaftar karena saya sadar diri dengan kualitas diri saya. Negara-negara tersebut cenderung lebih ketat dan memasang standard yang tinggi bagi calon mahasiswanya. Bahkan mereka mewajibkan mahasiswa S2-nya untuk membuat thesis. Lain halnya dengan Aussie yang tidak mewajibkan thesis (Master by Coursework). Pertimbangan lainnya adalah karena Aussie merupakan English-speaking country, saya sadar bahwa sama sekali tidak memiliki kemampuan berbahasa asing selain bahasa Inggris, sedangkan negara seperti Perancis dan Jerman mewajibkan calon mahasiswanya untuk memiliki kemampuan bahasa nasional di negara tersebut. Selain itu, jika saya memilih English-speaking country, hal ini akan memudahkan saya untuk adjust dan settled karena saya bisa lebih mudah untuk bersosialisasi jika dibandingkan di negara lain (pendapat saya sih -red).

Well, semoga di tahun 2015 atau 2016 saya bisa merealisasikan impian saya ini. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar